|
Keju |
Kegagalan adalah hal yang paling
ditakutkan. Sedapat mungkin, seorang individu akan berupaya untuk menghindari
kegagalan. Namun demikian, apa yang akan dilakukan ketika seseorang gagal
meraih impian? Bagi sebagian orang, kegagalan identik dengan kehidupan ekonomi
yang berkekurangan atau pas-pasan. Ketidakmampuan
ekonomi ini sering membuat seseorang kurang percaya diri. Jika ia berada di
kalangan orang yang sukses secara ekonomi, ia akan lebih sering diam karena takut
bicara salah atau takut diremehkan oleh mereka yang lebih kaya.
Keadaan seperti inilah yang dialami
Frans Laarmans, tokoh protagonis novel Kaas
karya penulis Belgia Willem Elsschot. Sebagai kerani General Marine and
Shipbuilding Company di Antwerpen, Frans tidak memiliki hal yang patut ia
banggakan. Kehidupannya yang sederhana sering membuatnya minder sampai akhirnya
ia ditantang untuk mengubah nasib dengan menggantungkan impiannya menjadi kaya pada
keju edam.
Upaya mengubah nasib Frans berawal saat
ia menghadiri upacara pemakaman ibunya. Kakaknya yang seorang dokter
memperkenalkannya kepada salah seorang pelayat bernama Van Schoonbeke, seorang
pengusaha terkemuka yang mempunyai banyak relasi bisnis. Dari perkenalan ini Frans
diundang Schoonbeke untuk menghadiri pertemuan bisnis dengan para pengusaha
lain yang rutin ia selenggarakan di kediamannya yang mewah. Dalam pertemuan itu, oleh Schoonbeke, Frans
dikenalkan sebagai inspektur agar ia dapat diterima dalam kalangan elit
tersebut.
“Jadi,
Anda ini insinyur,” kata pria bergigi emas yang duduk di sebelahku (Frans).
“Inspektur,” temanku Van Schoonbeke menukas... Aku pun tertawa, sekedar membuat mereka
percaya, seolah masih ada rahasia di balik itu yang pada waktunya akan
terungkap. (hal. 25)
Pada awal-awal pertemuan Frans selalu
menutupi pekerjaannya. Ia juga lebih sering diam dan menahan diri untuk
terlibat dalam perbincangan-perbincangan bisnis yang tidak biasa ia dengar. Dalam
pertemuan mingguan ini Frans merasa tertekan karena ia tidak dapat mengikuti
topik-topik yang diobrolkan rekan Schoonbeke seperti terungkap dalam
refleksinya berikut.
Kerani
jabatan rendah, jauh lebih rendah dibanding buruh... Namun, kerani pada umumnya
hampir tak memiliki keahlian khusus dan … sehingga kerani berpengalaman bisa
ditendang begitu saja sesudah mengabdi lima puluh tahun.
Setelah berkumpul dengan teman-teman
Schoonbeke, Frans menyadari bahwa pekerjaannya tidak sepadan dibanding
lingkungan barunya. Tambahan pula, Frans merasa terasing dalam perkumpulan
Schoonbeke ini karena dia tidak paham dengan topik-topik pembicaraan mereka “Sesungguhnya mereka bahkan berpendapat
lebih baik jika aku sama sekali diam..” (Hal.29).
Mengetahui posisinya “hanya” sebagai
kerani, Schoonbeke menawari Frans kesempatan berusaha guna meningkatkan derajat
ekonomi dan sosialnya. Frans dikenalkan kepada Hornstra, seorang pengusaha keju
edam yang memiliki PT Hornstra di Amsterdam (Hal.39). Beberapa waktu kemudian,
Frans ditawari Hornstra untuk menjadi agen tunggal pemasaran keju edam untuk
wilayah Belgia. Kesempatan langka ini tentu disambutnya dengan antusias. Tanpa
pikir panjang, ia terima kesempatan ini sebagai jalan untuk meningkatkan kelas
sosialnya.
Karena terlalu antusisas dengan tawaran
ini, Frans kurang teliti mempelajari kontrak yang ditawarkan Hornstra
sebagaimana diingatkan istrinya.
Saat
kemudian dia (istri Frans) bertanya mengapa dalam kontrak itu aku (Frans) mencantumkan
bahwa mereka bisa ‘menendangku’ sewaktu-waktu. (hal. 55)
Bukan itu saja, kontrak tersebut juga
menyebutkan bahwa Frans harus bisa menjual 20 ton keju edam dalam jangka waktu
yang ditentukan Hornstra (hal. 42). Karena keputusan yang tergesa-gesa ini,
Frans mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnis barunya.
Menjadi pedagang keju memang
meningkatkan derajat sosial Frans seperti tercemin dalam “Mijnheer Laarmans, pedagang besar bahan makanan” (hal. 47). Frans
bukan saja dikenalkan sebagai orang baru, tetapi ia juga merasa sudah menjadi
bagian dari perkumpulan bisnis Schoonbeke. Eksistensinya pun mulai diakui oleh
teman-teman Schoonbeke.
Untuk
pertama kali kumasukkan kedua ibu jariku ke rompi jas..... seperti orang
penting... Berulang kali mereka berpaling seolah hendak meminta persetujuanku,
yang segera saja kusambut dengan anggukan kepala. (hal 49)
Perasaan Frans ini tentu sangat berbeda
dibanding saat ia pertama berkumpul dengan Schoonbeke dan teman-temannya. Dengan
menjalani bisnis keju, Frans menjadi lebih percaya diri dan berani berinteraksi
dengan kelompok Schoonbeke.
Dunia keju menjadikan Frans pribadi yang
baru. Ia sibuk dan repot dalam menyiapkan kantor dan berbagai hal lain, utamanya
dalam menamai usahanya. Semula ia menamai bisnisnya “USAHA DAGANG KEJU” hingga akhirnya
menggantinya menjadi GAFPA (General Antwerp Feeding Products Association).
Frans terlalu repot membangun image
perusahaan dan mengabaikan persoalan utama: menjual keju. Karena tidak memiliki
pengalaman berbisnis, waktu dan tenaga ia habiskan untuk mengurusi hal-hal yang
tidak penting. Akibatnya, 20 ton keju edam yang telah dikirim Hornstra untuk ia
jual kurang diperhatikan.
Meski demikian, dengan memiliki GAFPA,
Frans nampak jauh lebih pede dalam
perkumpulan Schoonbeke. Ia merasa bahwa ia sudah selevel dengan mereka.
“Saya
bersulang untuk keberuntungan GAFPA,” ujar si pengacara tua, yang menurutku,
kekayaannya sudah berkurang. Sekarang dialah yang paling kecil dalam kelompok
ini...” (hal. 76)
Pikiran Frans ini menggambarkan bahwa ia
sudah merasa sekelas dengan Schoonbeke dan rekan-rekan bisnisnya. Bahkan, Frans
merasa lebih kaya dibanding pengacara tua tersebut. Kepercayaan diri Frans ini berlebihan
karena sebenarnya kekayaannya belum menjadi kenyataan sebelum ia berhasil menjual 20 ton keju yang
dipercayakan kepadanya. Ironisnya, tak satu keju pun berhasil ia jual.
Keyakinan diri Frans juga semakin besar
karena ia mendapat pengakuan. “Sanjungan
dan pujian bagi teman kita Laarmans!” seru si pengacara tua.” (hal.98). Hal
ini menunjukkan bahwa Frans seperti dilahirkan kembali. Ia merasa menjadi orang
yang lebih berkelas. Mendapatkan pengakuan seperti ini, Frans bahkan sempat menyombongkan
diri. Sikap ini membuktikan perubahan yang terjadi dalam diri Frans. Pendek
kata, status sebagai pengusaha membuatnya lebih percaya diri dan juga lebih
berani untuk mengungkapkan perasaannya.
Sayangnya, kepercayaan diri dan status
Frans tidak dibarengi dengan kinerja bisnisnya. Dia tidak berhasil menjual 20
ton keju yang ditugaskan Hornstra dalam waktu yang disepakati dalam kontrak. Pengalaman
bisnis yang minim menyulitkannya untuk menjual dagangannya. Persoalan menjadi
rumit ketika Hornstra hendak menagih uang penjualan kejunya sambil mengunjungi
kantor Frans. Di saat itulah, Frans mulai meragukan profesinya sebagai
pedagang. Ia pun panik.
Kepanikannya menjadi kenyataan saat
Hornstra benar-benar datang. Frans bahkan meminta istrinya untuk tidak membukakan
pintu saat bel rumahnya berbunyi. Frans sadar bahwa impian kejunya ternyata
membebani hidupnya. Kebiasaannya sebagai kerani yang aktifitasnya terbatas di
kantor dan mengurus dokumen berlawanan dengan dunia dagang. Berdagang justru
membuat hidupnya tidak nyaman, gelisah, dan tertekan.
Setelah menyadari semua ini, Frans
mengirimkan kembali kelder-kelder keju yang ia dapat dari Hornstra. Ia
menyadari bahwa sudah tidak ada manfaatnya melanjutkan bisnis keju yang hanya
membuat hidupnya tertekan.
Pada akhirnya Frans kembali menjadi
kerani. Di General Marines, ia melihat bahwa teman-teman sekantornya adalah
sahabat yang paling pantas baginya. Mereka sederajat, ramah, dan tidak menuntut
meskipun ada perbedaan kelas sosial maupun kekayaan. Frans belajar bahwa
kebahagiaan tidak ditentukan oleh harta ataupun kelas sosial, tetapi oleh cara
kita menyikapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana kita hidup.
Novel Kaas sangat menarik untuk dibaca. Melalui
kisah Frans Laarsman kita diajak menyelami perjuangan seorang sederhana yang
berupaya merubah nasib. Novel ini memang berakhir dengan getir namun bukan
berarti membuat pembaca pesimis. Inilah realita yang bisa saja terjadi pada
siapa pun. Dalam mencoba sesuatu yang baru guna meraih kehidupan yang lebih
baik, kesuksesan maupun kegagalan memiliki peluang yang sama. Elsschot memilih
memaparkan sisi kegagalan dari kisah yang dibangunnya ini sehingga pembaca bisa
belajar dari kegagalan yang inspiratif dari si penjual keju ini.
Sumber: http://www.menulisesai.com/2013/12/kaas-kisah-kegagalan-yang-inspiratif.html