Senin, 29 Februari 2016

Novel RTDW, Membaca dan Malamku

Novel RTDW Karya Tere Liye
Sepi di larutnya malam. Di depan rumah di bawah sinar rembulan yang bersinar. hanya terdengar suara jangkrik dan burung-burung walet di seberang jalan sana, menambah suasana larutnya malam ini. hembusan dingin semilir angin yang menerpa wajah menambah kantuknya mata.   suasana tenang ini, menjadi suasana yang paling pas untuk membaca.  
satu buah buku novel ini menjadi penahan rasa kantuk di mata. karena, ingin menghabiskan isi jalan cerita dalam novel ini yang berkisah tentang seorang anak manusia yang selalu dirundung kehilangan orang-orang yang dicintainya sejak kecil hingga akhir kehidupannya...
Tentang kisah Kenapa Tuhan Mengabil sumber kebahagiannya? Ya, Orang Tua yang tak akan pernah ia lihat sejak kecil di dunia ini, hingga  Si Gigi Kelinci yang merupakan cinta PERTAMA dan TERAKHIRNYA...
Larut dalam kisah Ray dalam Novel ini... Rembulan Tenggelam di Wajahmu..

Sabtu, 20 Februari 2016

Sajak-Sajak Perasaan

Apakah cinta itu menyakitkan? Tidak. Cinta itu justeru adalah energi terbaik untuk memastikan dunia ini seimbang dan survive. Lantas apa yang menyakitkan itu? Bukan cintanya, melainkan seperti: ditolak, itu sakit. Kesepian, itu juga sakit. Dilupakan, dikhianati, ditinggalkan, itu baru sakit. Kangen, terpisah oleh jarak, terkena tembok masalah, dsbgnya, dsbgnya, itu juga baru sakit. Kalau cintanya sih tidak.

Esensi cinta itu persis seperti seorang Ibu yang baru melahirkan, meski si bayi itu suka ngompol, dikit2 nangis, malam-malam terbangun, kurang tidur, badan letih, sampai sakit, tapi tetap saja si Ibu merawat bayinya dengan tulus, bukan? Energi apa yang membuat Ibu tersebut tetap melakukannya? Karena ada cinta di sana. Energi terbaik untuk memastikan dunia baik2 saja.

Lantas bagaimana mungkin kita sakit oleh cinta? Karena kita terkena duri kulit luarnya. Bukan karena substansi dalamnya.

Ketika seorang pemuda malang, jatuh cinta kepada gadis idaman, dan ternyata si gadis justeru menikah dengan orang lain, apakah cinta yang membuat si pemuda sakit hati? Tidak. Karena coba tanya saja ke pemuda itu, “Apakah, yang PENTING itu kau sendiri yang bahagia, atau gadis itu yang bahagia?” Para pencinta sejati pasti akan memilih: lebih baik gadis itu yang bahagia dengan orang yang memang dicintai gadis tersebut. Bukankah begitu jawabannya? Tapi kenapa kita masih tetap merasakan sakit? Bukan cintanya yang mengiris hati, melainkan karena kehilangan, karena ditolak, karena bertepuk sebelah tangan, itulah yang membuatnya sakit. Karena tidak terpenuhi harapan, karena bagai pungguk merindukan bulan, karena seperti roda belakang menatap roda depan, itu yang sakitnya sampai ke dalam sini.

Tapi, kan kalau saya tidak jatuh cinta di awal cerita, semua kondisi itu tidak akan terjadi, bukan? Kalau saya tidak jatuh cinta dengan gadis itu, bodo amat dia mau menikah dengan siapa, bukan urusan saya. Bukankah jelas sekali karena cinta itu yang menjadi penyebab semua masalah? Tidak. Lagi-lagi tidak, melainkan kitalah yang tidak pernah mau memahami resiko jatuh cinta itu sendiri. Kita sendiri yang lupa resiko, memegang api pasti terbakar, bermain hujan pasti basah. Pun saat jatuh cinta, pasti ada resiko berpisah (mau diterima atau tidak cintanya, mau menikah atau tidak, pasti berpisah).

Sayangnya, tidak ada mata pelajaran di sekolah-sekolah yang bisa mengajarkan esensi cinta. Tidak ada di Sejarah, juga tidak di IPS, IPA apalagi di pelajaran Matematika. Buku-buku, novel-novel, mungkin membahas tentang cinta, tapi itu terbatas pada kisah yang diceritakan, dengan sudut pandang si penulisnya. Film, apalagi, itu hanya proyeksi dari sutradara, penulis skenario. Tidak ada kursus singkat tentang cinta, tidak ada sekolah, jurusan, fakultas cinta. Semua orang harus menjalani sendiri pelajaran cinta itu dalam kehidupannya. Ada yang berhasil meraih esensi terbaiknya, ada yang hanya berkutat pada perasaan jatuh cinta anak muda kebanyakan. Tulisan ini pun tidak akan kuasa menjelaskan apa itu esensi cinta.

Jadi sebagai penutup, ingatlah selalu, cinta itu tidak pernah “jahat”. Yang jahat, meyakitkan, buruk, bikin sakit hati adalah kulit luarnya yang boleh jadi memang berduri dan penuh jebakan.

Tidak masalah satu dua kita tertusuk dalam sekali, dek, membuat nyeri hati sepanjang hari, minggu bahkan ada yang bertahun2, namanya juga masih belajar. Tidak masalah kita teriris sembilu hingga membuat dunia seperti terbalik setiap malam tiba, setiap menatap hujan, atau hanya sekadar disebut nama kota-nya, sudah membuat terdiam kelu. Tidak mengapa, namanya juga kita tidak pernah latihan menghadapi persoalan cinta ini. Tapi selalu pastikan, kita menjaga diri, menaati norma-norma, nilai-nilai kebaikan, kaidah-kaidah agama. Itu akan membuat kita tetap terkendali, dan tidak merusak. Besok lusa, boleh jadi kita lebih paham. Dan kita bahkan bisa benar-benar berdiri tegak seperti pemuda dalam contih tulisan ini, bisa berkata mantap: Tidak mengapa dia menikah dengan orang lain, sepanjang dia bahagia, aku pun turut bahagia.

*Tere Liye

SETIDAKNYA

Setidaknya perasaan itu sifatnya gratis. Rindu misalnya, tidak bayar sama sekali, kalau rindu itu sampai bayar, aduh, bisa jadi fakir semua para pencinta di dunia ini. Rindu satu jam bayar 10.000, rindu sepanjang tahun, berapa biayanya?

Setidaknya perasaan itu juga sifatnya tidak diskriminatif. Jatuh cinta misalnya, tidak ada diskriminasinya, kalau sampai ada, bisa jadi yang pesek dilarang jatuh cinta sama yang mancung, nyatanya boleh-boleh saja. Banyak yg pesek berjodoh sama yang mancung, malah kisah cinta mereka spesial.

Setidaknya perasaan itu juga sifatnya bukan ujian nasional. Kalau rasa sayang itu ada UN-nya, bisa jadi, angka kecurangan membumbung tinggi. Lihat saja, orang-orang bahkan ingin tahu sekali siapa yang melihat profile FB-nya? Bila perlu dengan software khusus.
Pada akhirnya, ketahuilah, setidaknya perasaan itu juga sifatnya berdiri sendiri. Bahkan ketika ditolak sekalipun, disuruh ngaca sana, dihina dsbgnya, kita tetap bisa bilang itu perasaan, bukan? Tetap bisa disebut cinta, tetap bisa dibilang sayang, bukan?

Maka lengkapilah dengan yang disebut: “kehormatan perasaan”, maka insya Allah kita bisa selalu menjaga diri. Jangan tumpah ruah perasaannya, bikin becek di timeline, jangan mau diajak berdua-duaan, dipegang-pegang, jangan mau. Jangan mau melakukan hal sia-sia hingga merusak diri sendiri. Barangsiapa bisa menjaga kehormatan perasaannya, dia akan bisa menjaga kehormatan dirinya.

*Tere Liye

BUKAN SEKEDAR

Cinta itu bukan sekadar berjumpa dan bersama.

Karena kalau itu, setiap hari banyak orang yang naik angkot/bus yang sama, berangkat sekolah/kantor, tapi tetap saja menggerutu. Tidak pernah jatuh cinta dengan angkot/bus tersebut.

Cinta itu bukan sekadar menyapa dan berbicara.

Karena kalau itu, setiap hari banyak orang yang berbusa2 bicara dengan orang yang sama, seperti petugas telepon, pengajar, penjaga toko, karyawan, dsbgnya, tapi tetap saja berkeluh kesan. Tidak pernah jatuh cinta meski begitu lama bicaranya.

Boleh jadi cinta itu adalah rasa syukur.
Mungkin pula cinta itu adalah rasa terima kasih.
Atau bahkan cinta itu adalah kedamaian hati.

SAJAK KAU HARUS TAHU 1

Kau harus tahu,
Sebongkah berlian tidak akan berkurang nilainya,
Meski ditemukan oleh orang yang tidak tahu betapa berharganya
Lantas dibuang begitu saja
Orang itu akan menyesal panjang

Maka,
Kau juga harus tahu
Seseorang yang amat berharga tidak akan berkurang nilainya
Meski disia-siakan oleh orang yang tidak pantas baginya
Lantas kemudian ditinggalkan begitu saja
Orang itulah yang akan menyesal panjang

SAJAK KAU HARUS TAHU 2

Kau harus tahu,
langit dan bumi tidak pernah menyatu,
tapi ketika hujan, mereka bisa bersatu erat saling bercengkerama begitu indah, atas setiap tetesnya.
Amat mesra saling menyapa.

Kau harus tahu,
lautan dan matahari tidak pernah menyatu.
tapi ketika sunset, matahari tenggelam di kaki langit sana,
maka garis horizon laut memeluk erat sang matahari.
Untuk besok berjanji kembali akan bersua
Di sini, di tempat yg sama, di waktu terjanjikan

Kau harus tahu,
bulan dan permukaan kolam jauh saja letaknya
tapi saat purnama, tataplah permukaan kolam yang tenang
maka bulan persis berada di dalam relung hatinya
Memantulkan bayangan begitu anggun
kebersamaan singkat yang begitu mempesona

Maka, apalagi kita?
Manusia yang tinggal di tanah yg sama
Kita tidak dipisahkan bagai langit dan bumi
Kisah cinta kita bisa begitu spesial
Di tangan orang-orang yang bersabar dan senantiasa tahu batasnya.
Sunggu percayalah

*Tere Liye

SAJAK KETIKA

Ketika kita mencintai seseorang
Hanya untuk tahu
Ternyata dia mencintai orang lain

Ketika kita menunggu begitu lama
Hanya untuk tahu
Ternyata dia justeru sedang menunggu (orang lain)

Ketika kita sudah melakukan yang terbaik
Tapi tetap gagal juga, hingga sesak bertanya
Harus sebaik apalagi usaha kita agar berhasil?

Ketika kita menginginkan sesuatu
Ternyata yang kita dapatkan sesuatu yang justeru tidak kita butuhkan
Membuat berseru kesal, kenapa dan kenapa?

Ketika kita tidak mengerti
Kenapa semua seperti berlawanan dengan maunya kita
Kenapa doa-doa kita seolah tidak terjawab

Maka, mungkin itulah saatnya
Tiba waktunya untuk menyadari
Boleh jadi ada skenario lebih indah telah menanti
Menunggu kita bersedia menerimanya
Tersenyum lapang bahwa semua baik-baik saja

Karena boleh jadi
Ketika kita mencintai seseorang, dan dia mencintai orang lain
Sebenarnya ada yang justeru sedang mencintai kita dalam diam

Ketika kita menunggu begitu lama, dan dia justeru sedang menunggu (orang lain)
Sebenarnya ada yang justeru tengah menunggu, kapan kita akan menoleh padanya

*Tere Liye

HANYA KATA-KATA

Sakit hati itu frase saja
Tergeletak begitu saja tanpa arti
Hingga kita mengalaminya sendiri
Barulah dia utuh bermakna: “sakit hati”

Rindu itu juga hanya kata-kata
Teronggok begitu saja tanpa makna
Hingga kita menemuinya sendiri
Barulah dia utuh hakikatnya: “rindu”

Pun “cinta”, itu kata-kata saja
Bisa dituliskan di mana-mana, kosong berdebu
Hingga kita menjalaninya sendiri
Barulah dia utuh definisinya: “cinta”

Apalagi menikah, itu mungkin status saja
Bisa ditype-ex jika ditulis di atas kertas
Hingga kita beranjak melaluinya
Barulah utuh maknanya: “menikah”

SAJAK SUNGGUH KAU BOLEH PERGI

Siang pasti digantikan malam
Sekeras apapun siang bertahan
Matahari pasti tumbang
Dan gelap menyelimuti
Siang pasti pergi
Dan sungguh kau boleh pergi

Kelopak bunga mawar pasti rontok
Sekeras apapun dia ingin mekar lama
Pasti tiba masanya layu
Dan tangkai-tangkai membisu
Bunga mawar pasti pergi
Dan sungguh kau boleh pergi

Hujan pasti reda
Selama apapun dia hendak turun
Pasti tiba masanya habis
Dan menyisakan basah di halaman
Hujan pasti pergi
Dan sungguh kau boleh pergi

Maka
Apalagi urusan perasaan
Cinta bisa berganti benci
Percaya memudar berganti kusam ragu
Pun komitmen menipis berubah jadi lupa
Kau boleh pergi
Sungguh boleh.

Tapi aku akan tetap di sini
Meyakini bahwa
Besok pagi, malam pun akan berganti siang
Mawar baru akan merekah ulang
Dan hujan berikutnya pasti kan datang

Kau sungguh boleh pergi.

*Tere Liye

SAJAK JALANKU MASIH PANJANG

Wahai perasaan
Kau buat pagiku jadi mendung, soreku jadi kelam
Kau buat siangku jadi gelap, dan malam semakin gulita
Kau buat beberapa menit lalu aku gembira, untuk kemudian bersedih hati

Wahai perasaan
Kau buat aku berlari di tempat
Semakin berusaha berlari, kaki tetap tak melangkah
Kau buat aku berteriak dalam senyap
Kau buat aku menangis tanpa suara
Kau buat aku tergugu entah mau apalagi

Wahai perasaan
Kau buat aku seperti orang gila
Mengunjungi sesuatu setiap saat, untuk memastikan sesuatu
Padahal buat apa?
Ingin tahu ini, itu, untuk kemudian kembali sedih
Padahal sungguh buat apa?

Wahai perasaan
Kau buat aku seperti orang bingung
Semua serba salah
Kau buat aku tidak selera makan, malas melakukan apapun
Memutar lagu itu-itu saja,
Mencoret-coret buku tanpa tujuan
Mudah lupa dan ceroboh sekali

Wahai perasaan
Cukup sudah
Kita selesaikan sekarang juga
Karena,
Jalanku masih panjang
Aku berhak atas petualangan yang lebih seru

Selamat tinggal
Jalanku sungguh masih panjang….

SAJAK MENCINTAIMU DALAM SENYAP

Ketika kami tidak tahu harus apalagi
Gelap di sekitar, penuh kalut dan sesak
Maka teladan kisahmu menjadi lampu
Membuat terang jalan yang harus kami jalani

Ketika kami tidak tahu harus berpegang entahlah
Bagai buih lautan terombang-ambing
Maka cerita hidupmu menjadi pondasi
Berdiri tegak penuh kepastian

Tidak tahukah, wahai
Betapa rindu kami menatap wajahmu
Berlinang air mata walau hanya membayangkannya
Terisak dalam diam, padahal kami sungguh tak tahu rupamu

Ada banyak berjuta tanya yang ingin disampaikan
Kenapa, mengapa, bagaimana, dan sebagainya
Tapi engkau sudah lama pergi
Terbentang waktu dan jarak yang tak bisa dilampaui
Tapi tidak mengapa
Biarlah cinta ini dalam senyap
Akan kami tunjukkan dengan ahklak terbaik warisanmu
Menjalankan wasiat2 yang kau tinggalkan
Hingga esok lusa
Semoga kesempatan itu ada
Tidak mengapa
Jika kami hanya bisa berdiri jauh menatapmu
Pun tidak masalah walau hanya sekejap saja
Itu lebih dari cukup, sungguh
Genap sudahlah cinta ini

*Tere Liye

MELUPAKAN

Ketika kita mencoba melupakan kejadian menyakitkan, melupakan orang yang membuat rasa sakit itu, maka sesungguhnya kita sedang berusaha menghindari kenyataan tersebut. Lari. Pun sama, ketika kita ingin melupakan orang yang pernah kita sayangi, hal-hal indah yang telah berlalu. Maka, sejatinya kita sedang berusaha lari dari kenangan atau sisa kenyataan tersebut.

Kabar buruk buat kita semua, mekanisme menyebalkan justeru terjadi saat kita berusaha lari menghindar, ingatan tersebut malah memerangkap diri sendiri. Diteriaki disuruh pergi, dia justeru mengambang di atas kepala. Dilempar jauh-jauh, dia bagai bumerang kembali menghujam deras. Semakin kuat kita ingin melupakan, malah semakin erat buhul ikatannya.

Bagaimana mengatasinya?

Justeru resep terbaiknya adalah kebalikannya. Logika terbalik. Apa itu? Mulailah dengan perasaan tenteram terhadap diri sendiri. Berdamai. Jangan lari dari kenangan tersebut. Biarkan saja dia hadir, bila perlu peluk erat. Terima dengan senang hati. Bilang ke diri sendiri: “Saya punya masa lalu seperti ini, pernah dekat dengan orang menyakitkan itu, saya terima semua kenyataan tersebut. Akan saya ingat dengan lega, karena saya tahu, besok lusa saya bisa jadi lebih baik–dan semua orang berhak atas kesempatan memperbaiki diri.” Letakkan kenangan tersebut dalam posisi terbaiknya.

Maka, mekanisme menakjubkan akan terjadi. Perlahan tapi pasti, kita justeru berhasil mengenyahkan ingatan itu. Pelan tapi pasti, kenangan tersebut justeru menjadi tidak penting, biasa-biasa saja. Dan semakin kita terbiasa, levelnya sama dengan seperti kenangan kita pernah beli bakso depan rumah, hanyut dibawa oleh hal-hal baru yg lebih seru. Ketahuilah, racun paling mematikan sekalipun, saat dibiasakan, setetes demi setetes dimasukkan dalam tubuh, dengan dosis yang tepat, besok lusa jika kita tidak semaput oleh racun tersebut, kita justeru akan jadi kebal. Apalagi kenangan, jelas bisa dibiasakan.

Itulah hakikat dari: jika kalian ingin melupakan sesuatu atau seseorang, maka justeru dengan mengingatnya. Terima seluruh ingatan itu.

*Tere Liye

SAJAK ADUHAI JANGAN

Dek, sungguh jangan mengambil keputusan saat sedang marah
Besok lusa boleh jadi kita akan menyesal tiada tara

Jangan pula membenci saat sedang tersinggung atau berbeda pendapat
Besok lusa boleh jadi kita kehilangan kesempatan memahami sesuatu lebih baik

Pun jangan menjanjikan sesuatu saat sedang hepi
Besok lusa mungkin saja kita juga akan susah payah melaksanakannya

Jangan mepet sekali mengerjakan sesuatu jika itu penting
Berilah waktu tambahan karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi

Pun jangan menunda-nunda sesuatu yang bisa dikerjakan segera
Karena tiada yang menjamin besok lusa masih ada waktuya

Dan terakhir
Sebagai penutup sajak ini
Sungguh, dek, jangan pernah putus cinta saat hujan turun
Itu bukan waktu yang terbaik
Carilah waktu lain, selain hujan
Karena di masa mendatang
Setiap kali hujan
Kita bukannya merasa adem nan tenteram
Atau asyik memeluk guling beranjak tidur
Sebaliknya, kita malah teringat masa lalu
Melukis kenangan

*Tere Liye

Minggu, 07 Februari 2016

IPK?

Bicara soal ipk maka bicara soal nilai. Ipk adalah singkatan dari Indeks Prestasi Kumulatif, yakni jumlah semua poin nilai yang didapatkan dari seluruh matakuliah yang diambil dibagi jumlah sks makul.
Kemudian yg menjadi pertanyaan adalah Apakah IPK dapat merepresentasikan Ilmu yang telah kita dapatkan dari seluruh matakuliah yang pernah diambil.  Dan, jawabannya hanya ada dua. Ya atau tidak.
Banyak mahasiswa yang pesimis mengenai Ipk-nya yg rendah, tidak mencapai target. Naif sekali jika ada orang yg mengatakan Ipk itu tidak penting. Juga naif, kalau Ipk sebagai indikator kemampuan, pengetahuan dan berdampak pada kesuksesan seseorang, karna ipk tidak menentukan kesuksesan dan kemapuan atau keterampilan seseorang.
Jadi yang terpenting adalah dalam tanda kutip"adanya" ilmu yang didapatkan. Untuk Ipk biasanya akan menyusul berdasarkan adanya tadi, karna Ipk berasal dari sebuah evaluasi, jika memang ada ilmunya tentu nilai evaluasi tiap mata kuliah akan nyusul. Bagaimana jika ipk rendah? Namun merasa kita punya kapasitas ilmunya.? Menurut saya bisa jadi hanya kita yg merasa atau juga memang ada ilmu yg didapatkan namun ada sesuatu yg dianggap "salah". Diluar konteks semuanya, yang terpenting adalah adanya ilmu yg didapatkan, untuk Ipk mudahan selaras. Ipk tidak menentukan kesuksesan seseorang, namun sedikit banyaknya ada turut mendukung kesuksesan orang.
Misalnya saya yg fakultas pendidikan -misalnya-memiliki Ipk tinggi, namun tidak bisa menguasai bahan ajar dan menggunakan berbagai pendekatan, strategi, metode dan bagaimana caranya mendidik yg benar dan baik dsb, sayang sekali. SEMOGA, Ipk kita turut merepresentasikan dg apa yang kita dapatkan.
(Penulis. Andre S. Putra, 2016)
Mahasiswa S-1 PGMI STAI Auliaurrasyidin.

Operasi Intelijen di Balik Jatuhnya Gus Dur

Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah pemikir yang melampaui zamannya, begitu ungkap berbagai pihak. Presiden satu ini memang memiliki tem...