Aram tidak pernah memimpikan hari ini ia berkuliah Progam
Master di Universitas Oxford, Inggris. Salah satu deretan teratas Universitas
Terbaik dan bergengsi di dunia. Pagi ini ia menginjakkan kakinya di Tanah
Britania bersama Rudi, temannya dari Jawa Tengah. Kota London dan kota-kota Eropa lainnya sedang
memasuki Musim dingin, sinar mentari pagi tak mampu menghangatkan udara kota
London. Ia dan Rudi mengenakan jaket tebal untuk mengurangi rasa dingin tubuhnya.
Sudut-sudut kota dipenuhi tumpukan salju dimana-mana, ada tumpukan salju di
tepian jalan, menempel di dinding dan atap-atap gedung, bergelayut pada
dahan-dahan dan ranting pohon. Mulai hari ini ia akan memulai sejarah hidupnya
yang baru. Ia meninggalkan Indonesia, setelah ayah, orang satu-satunya di dunia
ini meninggalkannya untuk selamanya. Ia pergi ke London setelah 2 bulan
kewafatan ayahnya. Untuk itu ia juga rela meninggalkan salah satu orang
terdekatnya di dunia ini setelah ayahnya, Rani, Si Gigi Kelinci, teman dekatnya
selama kuliah di Fakultas Sastra. Yang selalu memberi semangat, penghibur
dikala senang dan susah. Sebuah kesemptan emas diberikan kepadanya mendapatkan
beasiswa dari kementerian Pendidikan. Sempat ditolaknya awalnya. Namun Aram
berjanji pada Rani, setelah ia selesai menempuh pendidikan di Eropa. Ia akan
kembali ke Indonesia.
Aram hari ini ketika berada di depan gerbang kampus yang
megah dan klasik berasa mimpi, Jangankan kuliah Master di luar negeri untuk
biaya kuliah sarjana di tanah air saja, Aram banting tulang mencari biaya.
Karana, Aram bukan orang berada. Ayahnya hanya seorang buruh serabutan pada
sebuah pabrik dikotanya. Sebuah kota kecil yang berada di pinggiran sebuah
sungai. Sambil kuliah, ia bekerja paruh waktu untuk sebuah bengkel. Itu tidak
cukup, untuk itu ia juga bekerja di koran harian dikotanya. Meski berasal dari
keluarga kurang berada namun ayahnya selalu menanamkan nilai-nilai kebaikan,
kerja keras dalam diri Aram. Aram seorang Piatu. Ibunya sudah pergi untuk
selamanya ketika Aram dilahirkan ke dunia. Sejak kecil Ia sering rindu akan
ibunya. Kenapa teman-teman Aram punya ibu. Sedangkan ia tidak? Kenapa
teman-temannya bisa bercanda tawa dengan ibunya. Sedangkan ia tidak? Kenapa
Tuhan Tidak Adil padanya? Pertanyaan-pertanyaan yg timbul dari pikirannya itu
sering membuatnya meneteskan air mata tanpa sadar sejak kecil di sebuah tempat
biasa, di tepian sungai yang sejuk serta airnya yg jernih yg berada di tepian
kotanya, menjadi tempat yang selalu ia datangi merenungi nasib dan jalan
hidupnya. Sejak kecil ia hidup bersama ayahnya di kota kecil ini. Sebenarnya
Aram memiliki saudara laki-laki kandung, Aral. Umurnya berpaut 7 tahun. Namun
sayang Aral merantau entah kemana setelah ia Tamat SMP, meninggalkan Ayahnya
bersama dirinya di kota ini. Aram dan ayahnya menjalani kehidupan berdua di
kota ini, di rumahnya yg berada di tepian sungai dengan segala keterbatasan.
Will be next. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar