Senin, 21 Maret 2016

Sebuah Novel: Surat Cinta dari Roma


Aram tidak pernah memimpikan hari ini ia berkuliah Progam Master di Universitas Oxford, Inggris. Salah satu deretan teratas Universitas Terbaik dan bergengsi di dunia. Pagi ini ia menginjakkan kakinya di Tanah Britania bersama Rudi, temannya dari Jawa Tengah. Kota London dan kota-kota Eropa lainnya sedang memasuki Musim dingin, sinar mentari pagi tak mampu menghangatkan udara kota London. Ia dan Rudi mengenakan jaket tebal untuk mengurangi rasa dingin tubuhnya. Sudut-sudut kota dipenuhi tumpukan salju dimana-mana, ada tumpukan salju di tepian jalan, menempel di dinding dan atap-atap gedung, bergelayut pada dahan-dahan dan ranting pohon. Mulai hari ini ia akan memulai sejarah hidupnya yang baru. Ia meninggalkan Indonesia, setelah ayah, orang satu-satunya di dunia ini meninggalkannya untuk selamanya. Ia pergi ke London setelah 2 bulan kewafatan ayahnya. Untuk itu ia juga rela meninggalkan salah satu orang terdekatnya di dunia ini setelah ayahnya, Rani, Si Gigi Kelinci, teman dekatnya selama kuliah di Fakultas Sastra. Yang selalu memberi semangat, penghibur dikala senang dan susah. Sebuah kesemptan emas diberikan kepadanya mendapatkan beasiswa dari kementerian Pendidikan. Sempat ditolaknya awalnya. Namun Aram berjanji pada Rani, setelah ia selesai menempuh pendidikan di Eropa. Ia akan kembali ke Indonesia.

Aram hari ini ketika berada di depan gerbang kampus yang megah dan klasik berasa mimpi, Jangankan kuliah Master di luar negeri untuk biaya kuliah sarjana di tanah air saja, Aram banting tulang mencari biaya. Karana, Aram bukan orang berada. Ayahnya hanya seorang buruh serabutan pada sebuah pabrik dikotanya. Sebuah kota kecil yang berada di pinggiran sebuah sungai. Sambil kuliah, ia bekerja paruh waktu untuk sebuah bengkel. Itu tidak cukup, untuk itu ia juga bekerja di koran harian dikotanya. Meski berasal dari keluarga kurang berada namun ayahnya selalu menanamkan nilai-nilai kebaikan, kerja keras dalam diri Aram. Aram seorang Piatu. Ibunya sudah pergi untuk selamanya ketika Aram dilahirkan ke dunia. Sejak kecil Ia sering rindu akan ibunya. Kenapa teman-teman Aram punya ibu. Sedangkan ia tidak? Kenapa teman-temannya bisa bercanda tawa dengan ibunya. Sedangkan ia tidak? Kenapa Tuhan Tidak Adil padanya? Pertanyaan-pertanyaan yg timbul dari pikirannya itu sering membuatnya meneteskan air mata tanpa sadar sejak kecil di sebuah tempat biasa, di tepian sungai yang sejuk serta airnya yg jernih yg berada di tepian kotanya, menjadi tempat yang selalu ia datangi merenungi nasib dan jalan hidupnya. Sejak kecil ia hidup bersama ayahnya di kota kecil ini. Sebenarnya Aram memiliki saudara laki-laki kandung, Aral. Umurnya berpaut 7 tahun. Namun sayang Aral merantau entah kemana setelah ia Tamat SMP, meninggalkan Ayahnya bersama dirinya di kota ini. Aram dan ayahnya menjalani kehidupan berdua di kota ini, di rumahnya yg berada di tepian sungai dengan segala keterbatasan. Will be next. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Logis Anies Dirikan Partai Sendiri?

   If you want a thing done well, do it yourself.” – Napoleon Bonaparte, Kaisar Prancis (1804-1814) Tahun itu adalah tahun 2014, ketika seb...